Senin, Oktober 13, 2008

Saham perbankan dan konsumsi masih layak beli



Harga Turun Tajam, Kinerja Tetap PositifJAKARTA - Entah mimpi apa apa para pemburu gain di bursa saham tahun ini. Tak dinyana, secepat kilat bursa saham ambrol mengikuti gebalau finansial AS. Portofolio mereka menyusut sangat drastis. Saham-saham komoditas ambrol, seiring melelehnya harga minyak di bawah USD 100 per barel. Konsekuensinya, harga komoditas turunan maupun substitusi minyak ikut terjerembab. Harga batubara dan CPO mulai mengerdil. "Hal itu membuat harga saham-saham berbasis komoditas menurun drastis," kata Kepala Riset PT Recapital Securities Poltak Hotradero kepada koran ini.Namun, toh dunia investasi selalu punya kredo bahwa selalu ada celah di tengah keterimpitan. Sejumlah sektor nonkomoditas atau nonpertambangan masih layak dilirik, seperti consumer goods, perbankan, semen, dan konstruksi. Sebenarnya, rumus sederhana menilai prospek perusahaan sangat mudah. Yaitu, lihat data historis laba kotor dan laba bersihnya serta penjualan perseroan. Lantas, bandingkan capaian-capaian itu dengan kinerja industri secara umum di mana perusahaan tersebut berada.Dari analisis Jawa Pos, ada sepuluh saham dari empat sektor yang layak untuk dibeli. Selain karena kinerja bisnisnya positif, harga saham mereka dalam tahun ini telah turun hampir 50 persen. Bahkan ada yang lebih. Secara teknikal, harga saham-saham tersebut sudah sangat murah.Saham dari sektor apa sajakah itu? Di sektor perbankan, ada empat saham yang baik dan murah yaitu Bank BRI (BBRI), Bank BCA (BBCA), Bank BNI (BBNI), dan Bank Mandiri(BMRI). Di sektor barang konsumsi ada PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) dan PT Unilever Indonesia Tbk (UNIV). Sedangkan empat saham lainnya adalah Semen Gresik (SMGR) dan Indocement Tunggal Prakarsa (INTP) di sektor semen. Serta Wijaya Karya (WIKA) dan PT Truba Alam Manunggal Engineering Tbk (TRUB) di sektor konstruksi.Saham di sektor perbankan mulai pantas dilirik pascatumbangnya sektor komoditas. Meski sejak awal tahun disaput awan pesimisme, hingga semester pertama 2008, kinerja bank-bank sangat baik. BBRI menorehkan laba terbesar sebesar Rp 2,81 triliun. Laba BMRI mencapai Rp RP 2,61 triliun dan BBCA sebesar Rp 2,43 triliun. Analis PT Optima Securities Haryo Koconegoro menjagokan BBCA dan BBRI sebagai saham perbankan yang patut dilirik. Dia memprediksi, laba bersih BBCA tahun ini mencapai Rp 5,2 triliun. Karena itu, dia merekomendasikan beli terhadap saham bank swasta terbesar ini, dengan target harga Rp 3.600. Saat ini, harga BBCA adalah Rp 2.875 per lembar. Menurut Haryo, BBCA relatif mampu menjaga margin keuntungannya. "BCA juga mampu menjaga NPL-nya di 0,67 persen," tuturnya. Dengan asumsi itu, meski perbankan tetap diancam krisis, dia menargetkan harga saham BBCA menjadi Rp 3.600 pada warsa depan. Menurut dia, itu berarto 2,4 kali PBV perseroan.(

Tidak ada komentar:

Powered By Blogger